Medan/Yogyakarta — 25 September 2025
Tim peneliti UIN Sumatera Utara (UINSU) melakukan wawancara mendalam via Zoom dengan Asep Jahidin, Kepala Pusat Layanan Disabilitas UIN Sunan Kalijaga, untuk memetakan praktik baik layanan difabel dan implikasinya bagi rancangan KKN inklusif—termasuk partisipasi mahasiswa disabilitas dan non-muslim—di lingkungan PTKIN. Diskusi ini melengkapi daftar pertanyaan kebijakan yang tengah disiapkan untuk pimpinan penjaminan mutu dan pusat pengabdian di UINSU.
PLD UIN Sunan Kalijaga berawal dari “panggilan melayani” pada 2005, diresmikan kampus pada 2007, dan masuk ke struktur resmi pada 2013—membuat pendanaan lebih stabil. Kerangka hukum kian kuat pasca ratifikasi CRPD (2011–2012), terbitnya Permendikbudristek No. 48/2023, dan regulasi Kemenag, yang menegaskan kewajiban penyelenggaraan pendidikan inklusif di PT.
Kampus menyiapkan ramp, tactile paving, toilet aksesibel, parkir difabel, serta lift pada gedung baru; gedung lama ditangani secara manajerial dengan memindahkan kelas mahasiswa pengguna kursi roda ke lantai dasar. Perpustakaan memiliki Difabel Corner (braille/audiobook/screen reader), sementara Masjid kampus menyediakan penerjemah bahasa isyarat saat khutbah Jumat sejak 2013. Layanan akademik dan web (termasuk proses pendaftaran hingga SIAKAD) telah diadaptasi ramah difabel.
Mahasiswa difabel menjalani asesmen awal bersama orang tua/wali untuk identifikasi kebutuhan; akomodasi meliputi tambahan waktu ujian, juru bahasa isyarat, modifikasi pembelajaran/kurikulum, dan pencatat (note-taker). Dosen memperoleh pelatihan berkala dan materi mingguan terkait pedagogi inklusif, serta dukungan advokasi bila muncul kendala di kelas.
Dua hambatan utama adalah fluktuasi pendanaan dan resistensi ideologis di sivitas akademika. Strategi yang ditempuh: kolaborasi eksternal untuk menutup kekurangan biaya, edukasi berkelanjutan, serta mediasi kasus per kasus agar layanan tetap bermartabat dan setara. Evaluasi dilakukan harian–tahunan, termasuk survei pengguna layanan.
Berbagai capaian dicatat, dari mahasiswa berprestasi hingga alumni Tuli yang menginisiasi komunitas “Ngaji Sunyi” dan usaha sosial berbasis pemberdayaan; contoh ini dipandang sebagai model keberlanjutan ekosistem inklusi pasca-kampus. Mengacu pada daftar isu yang disiapkan peneliti, UINSU menajamkan rancangan KKN inklusif—meliputi alasan program, strategi desain lapangan, dukungan kampus/masyarakat, indikator mutu, hingga mekanisme audit agar layanan benar-benar setara bagi mahasiswa disabilitas dan non-muslim. Fokusnya: dari perencanaan, pelaksanaan, sampai evaluasi, sehingga KKN menjadi wahana nyata moderasi dan keberagaman.
Hasil wawancara akan diolah menjadi rekomendasi kebijakan untuk pimpinan UINSU: (1) pembentukan/peningkatan unit layanan difabel; (2) integrasi standar aksesibilitas fisik-digital; (3) paket pelatihan dosen dan SOP akomodasi; (4) skema pembiayaan kolaboratif; dan (5) protokol KKN inklusif yang menggariskan peran, fasilitas, serta indikator capaian di lokasi pengabdian.
