Langkat, Sumatera Utara – Di tengah meningkatnya kasus Tuberkulosis (TBC) resisten obat (RO) di Indonesia, Yayasan Mentari Meraki Asa meluncurkan program pendampingan pasien TBC RO di rumah sebagai langkah inovatif untuk meningkatkan keberhasilan pengobatan dan mencegah penularan lebih lanjut. Program ini berlangsung di Kabupaten Langkat, Sumatera Utara, mulai dari Juli hingga Desember 2023.
Pendampingan Pasien di Rumah: Solusi Efektif di Tengah Keterbatasan
Pendampingan di rumah pasien dianggap sebagai solusi yang efektif untuk mengatasi tantangan dalam pengobatan TBC RO. Program ini dirancang untuk memberikan dukungan langsung kepada pasien, memastikan mereka mematuhi regimen pengobatan dengan tepat waktu, serta mengurangi risiko resistensi obat lebih lanjut. Selain itu, program ini juga berupaya mengedukasi pasien dan keluarganya tentang cara mencegah penularan TBC RO kepada anggota keluarga lainnya melalui penerapan praktik kebersihan dan isolasi yang tepat.
Menurut Muhammad Hendri Irawan, SKM, Manajer Kasus dari Yayasan Mentari Meraki Asa, program ini tidak hanya fokus pada aspek medis, tetapi juga memberikan dukungan moral dan psikologis kepada pasien. “Pendampingan di rumah memberikan keuntungan besar, seperti meningkatkan kenyamanan pasien dalam lingkungan yang akrab, mengurangi biaya perawatan karena tidak perlu rawat inap, serta memungkinkan pemantauan lebih ketat terhadap kondisi pasien,” ujar Hendri.
Implementasi Program: Pemantauan Ketat dan Dukungan Teknologi
Program pendampingan ini mencakup sejumlah kegiatan, termasuk pemantauan rutin meminum obat setiap minggu, pendampingan pengobatan rutin di RSUD setiap bulan, serta follow-up perkembangan pasien melalui kunjungan langsung dan komunikasi telepon setiap minggu. Dengan pendekatan ini, diharapkan pasien lebih disiplin dalam menjalani pengobatan, yang pada gilirannya akan meningkatkan tingkat kesembuhan.
Selain itu, teknologi informasi juga dimanfaatkan dalam program ini. Aplikasi kesehatan dan layanan telemedicine digunakan untuk memantau kondisi pasien secara real-time, memberikan konsultasi medis online, dan memastikan data yang akurat untuk evaluasi dan pengambilan keputusan.
Tantangan dan Harapan: Kolaborasi Berbagai Pihak
Meskipun program ini menjanjikan, penerapannya tidak lepas dari tantangan. Salah satu hambatan utama adalah kurangnya tenaga kesehatan terlatih yang mampu melakukan pendampingan secara efektif. Selain itu, stigma sosial terkait TBC masih tinggi di banyak komunitas, yang dapat menghambat keberhasilan program.
Untuk mengatasi tantangan ini, Yayasan Mentari Meraki Asa bekerja sama dengan berbagai pihak, termasuk pemerintah, lembaga kesehatan, dan komunitas lokal, guna menciptakan lingkungan yang mendukung bagi pasien TBC RO. Dengan anggaran sebesar Rp 5.000.000 yang bersumber dari UINSU, Yayasan Mentari Meraki Asa, dan Global Funds, program ini diharapkan dapat menjadi model yang dapat diadopsi di daerah lain di Indonesia.
Pentingnya Partisipasi Keluarga dan Komunitas
Partisipasi aktif dari keluarga pasien sangat ditekankan dalam program ini. Keluarga diberikan pelatihan dan edukasi tentang perawatan dan pencegahan TBC RO, sehingga mereka dapat mendukung pasien dengan lebih baik. Selain itu, program ini juga melibatkan tokoh masyarakat dan organisasi kemasyarakatan untuk mengurangi stigma negatif terhadap TBC RO dan menciptakan kesadaran kolektif di komunitas.
Melalui kerjasama yang kuat antara berbagai pihak, program pendampingan ini diharapkan dapat meningkatkan keberhasilan pengobatan pasien TBC RO di Kabupaten Langkat dan mengurangi penularan penyakit ini di masa depan.